Prof. Tisnanta menyoroti pula pentingnya menghindari intervensi dari atasan militer atau pihak eksekutif. Menurutnya, pernyataan atau tindakan dari petinggi militer yang berpotensi memengaruhi proses hukum harus dihindari untuk menjaga independensi.
“Apabila putusan akhir dirasakan adil oleh publik, prosesnya transparan, dan tidak ada intervensi, maka independensi peradilan militer bisa dikatakan terjaga,” tegasnya.
Dalam konteks pencarian kebenaran materiil, Prof. Tisnanta menyatakan bahwa ini merupakan tujuan utama dari proses peradilan. Fakta-fakta yang utuh, tidak bias, dan tidak direkayasa, harus menjadi dasar setiap putusan hukum.
Ia menambahkan bahwa tekanan struktural dalam militer dan keterbatasan transparansi menjadi tantangan tersendiri, namun bukan tanpa solusi. “Integritas dan profesionalisme dari penyidik, oditur, hingga hakim sangat menentukan,” ujarnya.
Terakhir, Prof. Tisnanta mengusulkan adanya pengawasan eksternal dari lembaga seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) atau organisasi masyarakat sipil sebagai penyeimbang dalam proses hukum ini.
“Tanpa keterlibatan pengawasan eksternal, sangat sulit memastikan bahwa peradilan militer benar-benar menegakkan keadilan berdasarkan kebenaran materiil,” pungkasnya.
Kasus penembakan yang melibatkan oknum anggota TNI dan korban dari kepolisian ini menjadi sorotan nasional. Penanganannya akan menjadi cermin sejauh mana institusi militer mampu menjaga integritas hukumnya di mata publik. (Humas/Edimirza)
Baca Juga Pelepasan Siswa Kelas IX SMPN 2 Manonjaya Digelar Sederhana, Penuh Haru dan Makna