“Program ini harus memberikan dampak yang jelas, karena ini adalah program yang dananya harus dipertanggungjawabkan. Sayangnya, dalam pelaksanaannya, kami selaku BPP merasa ribet ataupun cukup kerepotan, karena sosialisasi berbenturan dengan kegiatan PSU (Pemungutan Suara Ulang),” ujarnya.
Adapun kurangnya transparansi dalam teknis pekerjaan, dimana dalam papan proyek hanya tercantum nominal anggaran dan durasi masa pekerjaan, tanpa mencantumkan volume pekerjaan sebagaimana lazimnya dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Ketika ditanyakan lebih lanjut oleh awak media analisaglobal.com pihak BPP yaitu Imam menyarankan agar informasi teknis ditanyakan langsung ke kelompok tani atau Fasilitator Desa (Fasdes), dan terkait keuangan silahkan ke UPKK (Unit Pelaksana Kegiatan dan Keuangan), ujarnya.
Kondisi ini tentunya menimbulkan pertanyaan besar, mengingat BPP seharusnya memiliki peran sentral dalam mengawasi dan membina pelaksanaan kegiatan pertanian di wilayahnya. Minimnya informasi teknis dari pihak yang seharusnya bertanggung jawab menimbulkan kekhawatiran akan potensi penyalahgunaan dana dan lemahnya pengawasan terhadap anggaran negara.
Situasi ini menjadi catatan penting bagi para pemangku kebijakan, agar program nasional yang bernilai strategis seperti UPLAND tidak hanya sekadar terealisasi, tetapi juga berjalan dengan transparan, akuntabel, dan memberi manfaat nyata bagi para petani di daerah. (AD)
Baca Juga Desa Wisata Bubulak, Permata Tersembunyi di Cigalontang yang Tawarkan Keindahan Alam Tasikmalaya