Merekontruksi Gerakan PMII Demi Membangun SDM Uunggul Dalam Pencapaian SDGS 2030 Pasca Pandemi

Oleh : Iyang Angraini Sari

PR PMII Fakultas Tarbiyah Komisariat Institut Agama Islam Cipasung Kabupaten Tasikmalaya

Kabupaten Tasikmalaya, analisaglobal.com — Abstrak, Satu diantara 17 butir tujuan SDGs adalah mengakhiri bentuk kemiskinan dalam bentuk apapun dan dimanapun. Isu kemiskinan tetap menjadi isu penting bagi negara-negara berkembang, demikian pula dengan negara Indonesia. Penanganan persoalan kemiskinan harus dimengerti dan dipahami sebagai persoalan dunia, sehingga harus ditangani dalam konteks lokal pula. Sehingga setiap program penanganan kemiskinan harus dipahami secara menyeluruh dengan beberapa program lainnya. Senin (05/10/20).

Dalam SDGs dinyatakan ‘Tanpa Kemiskinan’ sebagai point pertama prioritas. Hal ini berarti dunia bersepakat untuk meniadakan kemiskinan dalam bentuk apapun diseluruh penjuru dunia, tidak terkecuali indonesia. Pengentasan kemiskinan akan sangat terkait dengan tujuan global lainnya, yaitu, dunia tanpa kelaparan, kesehatan yang baik, kesejahteraan, pendidikan berkualitas, kesetaraan gender, air bersih terjangkau, dan seterusnya hingga pentingnya kemitraan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

Pendahuluan : Sampai dengan akhir abad 20 kemiskinan masih menjadi beban dunia. Nampaknya isu kemiskinan akan terus menjadi persoalan yang tidak akan pernah hilang di dunia ini. Dunia meresponnya dengan menyepakati suatu pertemuan pada September 2000 yang diikuti oleh 189 negara dengan mengeluarkan deklarasi yang dikenal dengan The Millenium Development Goals (MDG’s). Salah satu targetnya adalah mengurangi jumlah penduduk miskin hingga 50% pada tahun 2015.

Deklarasi ini memberikan indikasi bahwa masalah kemiskinan masih menjadi masalah besar dunia yang harus ditanggulangi bersama. Dengan berakhirnya era MDGs yang berhasil mengurangi penduduk miskin dunia hampir setengahnya. Selanjutnya saat ini memasuki era SDGs (sustainable development goals), yang dimulai dengan pertemuan yang dilaksanakan pada tanggal 25-27 September 2015 di markas besar PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), New York, Amerika Serikat. Acara tersebut merupakan kegiatan seremoni pengesahan dokumen SDGs (Sustainable Development Goals) yang dihadiri perwakilan dari 193 negara. Seremoni ini merupakan lanjutan dari kesepakatan dokumen SDGs.

Tujuan Pembangunan Milenial atau Millenials Development Goals (MDGs) yang telah membawa kemajuan selama ini dari tahun 2000-2015. Sekitar 70 persen dari total indikator yang mengukur keberhasilan MDGs dalam mencapai target telah berhasil dicapai di Indonesia. Akan tetapi indikator yang mengukur target dalam bidang kesehatan di Indonesia masih rendah artinya masih cukup jauh dari target yang ingin dicapai dan ini harus mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Target yang belum dicapai salah satunya adalah tingkat kemiskinan nasional, angka kematian  bayi, angka kematian ibu, prevalensi gizi buruk, prevalensi HIV-AIDS serta beberapa indikator yang berkaitan dengan lingkungan.

Kemiskinan : Bagi Indonesia sendiri, kemiskinan masih merupakan persoalan yang menjadi beban berat, terutama dikaitkan dengan isu kesenjangan yang semakin melebar antara si kaya dan si miskin. Sebagai bagian dari anggota PBB Indonesia tentunya berkomitmen untuk mengatasi persoalan seiring dengan deklarasi SDGs. Itu artinya Indonesia juga dituntut untuk mewujudkan target-target yang ditetapkan dalam deklarasi PBB tersebut. Upaya pemerintah untuk mengatasi kemiskinan secara integratif sebetulnya sudah dilakukan sejak tahun 1995, yaitu dengan dikeluarkannya Inpres Desa Tertinggal. Pemerintah melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 15 tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan telah membentuk Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Tim ini diketuai langsung oleh Wakil Presiden. Upaya nasional ini menunjukkan bahwa kemiskinan masih menjadi masalah yang serius. Bahkan pemerintah pusat telah merealisasikan penyaluran dana desa tahap pertama kepada pemerintah desa, sekitar 47 triliyun. Dana desa tersebut telah disalurkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Setelah disalurkan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) bertugas mengawal prioritas penggunaan dana desaagar sesuai dengan Peraturan Menteri yang telah ditetapkan. Berdasarkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 21 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa, dana desa di tahun 2016 ini digunakan untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan berskala lokal desa bidang Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.

Begitu juga di era pendemi sekarang ini kelompok masayarakat yang berada dibawah garis kemiskinan itupun tetap saja masih sulit diberantas. Berbagai kalangan memberikan sumbangan pemikiran ataupun strategi dalam pengentasan kemiskinan ini,  demikian juga kaum muda diharapkan perannya dalam memberantas kemiskinan di daerahnya.

Dalam mencapai SDM unggul dalam pencapaian SDGs 2030 pasca pandemi ini, PMII perlu diberi penenaman nilai kesetiakawanan social dan pemupukan jiwa kepeloporan pemuda. Dengan misi tersebut diharapkan pemuda dapat ikut serta secara proaktif didalam setiap kegiatan social dan upaya penanggulangan kemiskinan dilingkungannya. Sehingga nantinya diharapkan akan tumbuh kepedulian dan kepeloporan pemuda dalam kegiatan penanggulangan kemiskinan. Solidaritas social yang dimotori oleh golongan pemuda dan pelajar.

Dengan semangat yang masih menggebu-gebu, tenaga yang masih kuat dan pemikiran yang masih segar, pemuda bisa menjadi pelopor gerakan pengentasan kemiskinan, minimal dilingkungan dia berada.. Sekarang yang harus dilakukan adalah bagaimana mengelola potensi pemuda yang sedemikian besar tersebut untuk diwujudkan didalam karya nyata. Pengentasan kemiskinan jangan sampai potensi yang sedemikian besar itu malah tidak tergarap, atau sia-sia. Karena itulah dengan menyadari potensi yang cukup besar itu sebaiknya semua kalangan masyarakat mencoba duduk bersama memberikan peran yang seluas-luasnya bagi pemuda untuk turut serta didalam upaya pengentasan kemiskinan.

Peran PMII dalam pengenatasan kemiskinan perlu di fasilitasi dengan berbagai hal terutama berupa pemberdayaan. Peran pemuda tersebut mengalami sejumlah tantangan yang sebenarnya merupakan suatu rahmat yang tersembunyi (Blessing in disguise ), yang menuntut para praktisi yang berkompeten di bidangnya untuk lebih intens dalam pengentasan kemiskinan di daerahnya.  Pemuda perlu dibekali pembedayaan  seperti manajemen yang baik yang dapat memecahkan permasalahan dalam pemberantasan kemiskinan di daerahnya, agar dalam pelaksanaannya dapat bekerja lebih efektif dan efisien.

PMII berperan sebagai pendamping untuk pelaksanaan pengentasan kemiskinan di daerahnya. Orang-orang miskin  dan pengangguran yang terdata diberi bantuan uang dan bimbingan dalam menggunakan uang tersebut. Orang miskin yang terdata tadi dikelompokkan menjadi “kelompok kesejahteraan social“ Mereka ini diberi bantuan uang untuk berusaha ( bukan di komsumsi ) misalnya : Industri rumah tangga, usaha pertanian, usaha perbengkelan kecil, usaha perikanan, usaha peternakan, usaha jasa, dan usaha-usaha lain yang bisa dilaksanakan dengan modal kecil. Misalnya Usaha pembuatan tahu, tempe, usaha pembuatan kripik, pembuatan kue, peternakan ayam, peternakan itik, peternakan kelinci, usaha pertanian sayur-sayuran, buah-buahan, usaha mendirikan bengkel sepeda motor sederhana, usaha perikanan dan lain – lain.

Anggota kelompok kesejahteraan social tersebut diberi dana dan pembimbingan oleh para pemuda. Dana ini diberi dengan bunga sangat kecil. Dana ini diberikan dalam jangka satu tahun dan kalau berhasil dan membutuhkan dana lagi, diberikan untuk jangka waktu satu tahun lagi. Dana yang kembali disalurkan kepada orang lain yang belum dapat. Jadi dana ini sifatnya bergulir. Besarnya dana tergantung masing-masing daerah tergantung situasi social ekonomi masing-masing daerah.

Pemuda harus pro aktif untuk memotivasi masyarakat miskin tadi, dalam artian bahwa pemuda harus menjemput bola untuk menggerakkan masyarakaat miskin tadi dengan prosedur yang telah ditetapkan. Jangan baru bergerak ketika dana sudah dikucurkan. Jangan baru mau memancing jika kail dari umpannya dipenuhi. Padahal alangkah baiknya jika mereka mau memancing, mereka juga turut menyediakan “ Kail “ atau umpannya. Sehingga fungsi fasilitator, dalam hal ini pemerintah daerah, hanya tinggal melengkapi kekurangannya. Dengan potensi pemuda yang besar yang mereka miliki akan memberikan hasil yang maksimal. Kebersamaan para pemuda tsb merupakan modal dasar yang harus segera diarahkan dalam upaya pengentasan kemiskinan di daerahnya.

Kita harus membenahi mekanisme partisipasi social para pemuda. Partisipasi mereka dari tingkat bawah harus segera dibangun. Partisispasi yang benar-benar menggunakan metode “ Bottom-Up. Tidak lagi Top Down. Biarkan para pemuda membuat dan melaksanakan konsep yang telah mereka rencanakan. Pemerintah Daerah hanya tinggal mendorong realisasi konsep tersebut dalam bentuk stimulant-stimulan. Sehingga, ketika ada kegiatan atau program dari mereka yang sudah berjalan segera di dorong untuk memberikan hasil yang lebih maksimal lagi.. Ini yang harus segera dilakukan, ditengah sejumlah kemudahan-kemudahan yang telah pemerintah daerah berikan kepada mereka. Sebab, dalam pandangan kami, selama ini mereka telah terlena. Dan hal ini yang membuat mereka minim dalam berpartisipasi. Mereka sekali lagi lebih senang “Menunggu Bola“ Penyakit inilah yang harus segera kita hentikan. Contoh yang terjadi para pemuda Karang Taruna dengan sanggar belajar bersamanya merupakan contoh yang baik, dalam hal partisipasi.

Mereka baru minta fasilitasi setelah kegiatan tersebut berjalan guna mengembangkan kegitan mereka agar bisa menjangkau seluruh masyarakat. Dari sini dapat terlihat kunci agar peran pemuda bisa lebih maksimal, efektif dan efisien didalam upaya pengentasan kemiskinan di daerahnya, harus bermula dari partisipasi mereka. Dari konsep yang mereka rencanakan dan kemudian diaplikasikan dan diimplementasikan oleh mereka sendiri. Inilah yang menjadi tugas kita bersama. Mencetak para pemuda yang mandiri dan turut berpartisipasi secara nyata di dalam upaya pengentasan kemiskinan memang tidak mudah. Tetapi jika ada peran dari semua pihak yang mau peduli dan memiliki komitmen nyata akan hal itu, kami yakin hal ini akan segera terlihat.

Pemuda dengan potensi besarnya itu merupakan modal dasar didalam perbaikan kualitas kehidupan masyarakat di masa mendatang. Dan merupakan sebuah kewajaran jika The Founding Fathers kita memiliki perhatian yang besar terhadap para pemuda.

Penutup : Dengan menggerakkan peran PMII dalam melaksanakan pengentasan kemiskinan, kami yakin bahwa pemberantasan kemiskinan dan pengangguran akan berhasil apabila kemiskinan dan pengangguran dapat diberantas maka Integrasi Sosial dan Integrasi Nasional dapat pula terwujud dalam pencapaian SDGs 2030.***red

About analisaglobal

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *